Dasar - dasar Perpajakan
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Sejalan
dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, politik, disadari
bahwa perlu dilakukan perubahan undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih memberikan keadilan,
meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan
hukum, serta mengantisipasi kemajuan di bidang perpajakan. Selain itu,
Perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme aparatur
perpajakan, meningkatkan keterbukaan administasi perpajakan dan meningkatkan
kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Sistem,
mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sedehana
menjadi ciri dan corak dalam perubahan Undang-Undang ini dengan tetap menganut
sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan
peningkatkan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak
sehingga masyarakat wajib Pajak dapa tmelaksanakan hak dan kewajiban
perpajaknnya dengan lebih baik.Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak
sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik
dari segi kegotong royongan nasional maupun dalam laju pembangunan nasional
yang telah dicapai. Disamping itu, perpajakan yang lama tersebut belum dapat
menggerakan peran dari semua lapisan subyek pajak yang besar peranannya dalam
menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan guna mewujudkan
kelangsungan dan peningkatan pembangunan nasional.
Oleh karena itu pemerintah menciptakan sistem
perpajakan yang baru dengan yang lama selain itu Pembayaran pajak merupakan
perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara
dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar
pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga
Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan
negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran
pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada
pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut
sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem
Perpajakan Indonesia. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari
kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan
sesuatu yang berdiri sendiri.Maka dari itu bagi kita semua diwajibkan untuk
mematuhi segala peratutan mengenai wajib pajak karena jelas pajak digunakan
untuk kepenrtingan bersama demi membangun pertumbuhan dan perkembangan
indonesia itu sendiri dari rakyat ,oleh rakyat dan untuk rakyat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perpajakan
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
SH. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsure-unsur:
1. Dari
rakyat kepada Negara
2. Iuran
Berdasarkan undang-undang
3. Tanpa
jasa timbale balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat
ditunjuk.
4. Digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
B. Kedudukan
Hukum Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat
Soemitro, SH, Hukum Pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai
berikut :
·
Hukum Perdata yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
·
Hukum Publik yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum public ini terdiri dari :
Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha ( Hukum Administrasi ), Hukum Pajak dan
Hukum Pidana.
Dengan
demikian dapat kita ketahui bahwa kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari
hukum public.Bila didefinisikan Hukum
Pajak adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah
dengan rakyat atau wajib pajak. Pemerintah sebagai pemungut pajak dan
wajib pajak atau rakyat sebagai pembayar pajak. Hukum pajak sering juga disebut
dengan hukum fiscal,karena istilah pajak sering disamakan dengan istilah fiscal
( yang artinya kantong uang / keranjang uang yang selanjutnya disebut sebagai
kas negara ). Dari kata fiscal tersebut maka pihak pemerintah sebagai pemungut
dan mengadministrasikan pajak disebut sebagai aparat pajak atau dalam bahasa
latin disebut fiscus, dan dalam bahasa Indonesia disebut dengan fiskus.
Hal-hal
yang diatur dalam hukum pajak antara lain meliputi : siapa subyek pajak atau
wajib pajak, apa kewajiban wajib pajak, apa hak negara/pemerintah, apa obyek
yang dikenakan pajak, berapa taripnya, bagaimana cara penagihan pajaknya, apa
sanksi bila tidak memenuhi kewajiban dan lain-lain.Hukum pajak menganut “ paham
imperative “ yang artinya bahwa pelaksanaan pemungutan pajak tidak dapat
ditunda. Misalnya terjadi pengajuan keberatan terhadap pajak yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak
tentang keberatan tersebut diterima, maka wajib pajak yang mengajukan keberatan
terlebih dahulu membayar pajak sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Hukum Pajak yang mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak, terbagi dalam 2 ( dua ) macam hukum pajak yaitu :
Hukum Pajak yang mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak, terbagi dalam 2 ( dua ) macam hukum pajak yaitu :
1. Hukum Pajak Materiil yaitu hokum pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hokum yang dikenai pajak ( obyek pajak ), siapa yang dikenakan pajak ( subyek pajak ), berapa besar pajak yang dikenakan ( tarip pajak ), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan sanksi-sanksi dalam hubungan hokum antara pemerintah dengan wajib pajak. Contoh Hukum Pajak Materiil adalah Pajak Penghasilan ( PPh ), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPN dan PPn BM ).
2. Hukum Pajak Formil
yaitu hokum pajak yang memuat cara-cara untuk mewujudkan hokum pajak materiil
menjadi suatu kenyataan atau realisasi. Hukum pajak formil memuat antara lain
tata cara/prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk
mengadakan monitoring dan pengawasan, menentukan kewajiban wajib pajak untuk
mengadakan pembukuan atau pencatatan dan prosedur pengajuan surat keberatan
ataupun banding. Contoh Hukum Pajak Formil adalah Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
C. Fungsi Pajak
Berdasarkan
pengertian pajak seperti yang telah dijelaskan diawal maka adapun beberapa
fungsi pajak seperti yang ada dibawah ini yaitu :
·
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber
pendapatan negara,
pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini
dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk
pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,
belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan
dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah
ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor
pajak.
·
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa
mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif
dan efisien.
·
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah
dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum,
termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan
kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
D. Azas
pemungutan Pajak
Agar
negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau
badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara
tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.Di Indonesia,
secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa
segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk
dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau
dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat
beberapa asas yang dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan
wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak
penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai
landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas
domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle)
yaitu :
Berdasarkan asas
ini negara akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan,
apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk
(resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan
berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana
penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara
yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan
menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas
penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh
di luar negeri (world-wide income concept).
2. Asas
sumber yaitu :
Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan
pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau
diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber
yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai
siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut
sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau
berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga
kerja asing bekerja di Indonesia maka dari
penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3. Asas
kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan
(nationality/citizenship principle):
Dalam asas ini, yang menjadi landasan
pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang
memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari
mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas
domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan
dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak
atas world wide income.
Terdapat
beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas
nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak
lainnya. Pertama, pada kedua
asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara
untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu
apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam
asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas).
Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu
penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah
status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari
negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau
menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua,
pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan
yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber,
penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada
penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara
yang bersangkutan. Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1994,
khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus
dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan
yang parsial,
yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak
untuk orang pribadi.
E.Jenis Pajak
Pada
umumnya Pajak dapat dikelompokkan menjadi:
1. Menurut
Golongannya
·
Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus
dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan
·
Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang
pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:
Pajak Pertambahan nilai.
2. Menurut
Sifatnya
·
Pajak subjektif, yaitu Pajak yang
berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan
diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
·
Pajak Objektif, yaitu pajak yang
berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib
pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang
mewah.
3.
Menurut Lembaga Pemungutnya
·
Pajak Pusat, yaitu Pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
·
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut
oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh:
Pajak kendaraan dan Bea balik nama kendaraan bermotor, pajak hotel dan
restoran (pengganti pajak pembangunan), pajak hiburan, dan pajak penerangan
jalan.serta adapun beberapa jenis pajak dapat dibagi menjadi :
1. Pajak Penghasilan (PPh) adalah
pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas penghasilan dari semua
orang yang berada di wilayah Republik Indonesia.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah
pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada
dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena
pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud
dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a)
barang tersebut bukan merupakan barang
kebutuhan pokok.
b)
Barang tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat tertentu
c)
Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi
oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
d)
Barang tersebut dikonsumsi untuk
menunjukkan status
e)
Apabila dikonsumsi dapat merusak
kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai Bea Meterai
adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan menggunakan benda materai atau
benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian
dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan
bangunan (property tax).
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB
dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan.
Selain
pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara
lain:
1. Pajak
Propinsi
a. Pajak
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
b. Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
c. Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
d. Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
2. Pajak
Kabupaten Kota
a.
Pajak Hotel,
b.
Pajak Restoran,
c.
Pajak Hiburan,
d.
Pajak Reklame,
e.
Pajak Penerangan Jalan,
f.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C,
g. Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
Selain
yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut
sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa
maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan atas ketentuan
yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan
pungutan yang legal.
F. Hak dan Kewajiban
Wajib Pajak
Berdasarkan
undang-undang no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan
tatacara perpajakan, sebagaimana terakhir telah diubah dengan undang-
undang no 16 tahun 2000, terdapat hak dan kewajban wajib pajak
sebagai berikut :
tatacara perpajakan, sebagaimana terakhir telah diubah dengan undang-
undang no 16 tahun 2000, terdapat hak dan kewajban wajib pajak
sebagai berikut :
Ø Kewajiban
Wajib Pajak.
1. Mendaftarkan
diri ke KPP untuk memperoleh NPWP.
Nomor Pokok Wajib Pajak
adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, Selain daripada itu, Nomor
Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran
pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan
dengan dokumen perpajakan
2.
Wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Fungsi pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha
Kena Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban
di bidang PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) serta untuk
pengawasan administrasi perpajakan.
3.
Mengambil
sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Formulir Surat
Pemberitahuan disediakan pada kantor-kantor di lingkungan DJP dan
tempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak.
tempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak.
4.
Wajib
Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
jelas, dan menandatanganinya.
Bagi Wajib Pajak yang
telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang
diizinkan.
5.
Wajib
membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan
atau Bank Persepsi.
Setiap Wajib Pajak
wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat
ketetapan pajak
6.
Wajib
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
Bagi Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak
badan di Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Dikecualikan
dari kewajiban pembukuan, tetapi diwajibkan melakukan pencatatan bagi Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas. Pembukuan dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kegiatan
usaha harus disimpan oleh wajib pajak selama 10 (sepuluh) tahun. Karena selama
jangka waktu tersebut DJP masih dapat melakukan pemeriksaan.
7.
Dalam
hal terjadi pemeriksaan pajak,Wajib Pajak wajib :
• Memperlihatkan dan atau meminjamkan
buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
• Memberikan kesempatan untuk memasuki
tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan;
• Memberikan keterangan yang diperlukan.
Ø Hak
Wajib Pajak
1. Wajib
Pajak berhak untuk menerima tanda bukti pelaporan SPT
2. Wajib
Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT
3. Wajib
Pajak berhak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan ke
KPP.
4. Wajib
Pajak dapat untuk mengajukan permohonan penundaan dan permohonan untuk
mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya. Wajib pajak berhak
untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
5. Wajib
Pajak berhak untuk mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah
hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak.
6. Wajib
Pajak berhak mengajukan banding ke pengadilan pajak atas keputusan keberatan
G.
Kewajiban
Menyelenggarakan pembukuan dan Pencatatan.
·
Pembukuan dan Pencatatan Bagi Wajib
Pajak
Pembukuan
adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan
yaitu
pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung
jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Ø Yang Wajib Menyelenggarakan
Pembukuan.
1. Wajib
Pajak (WP) Badan;
2. Wajib
Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali
Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari
Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
Ø Yang Wajib Menyelenggarakan
Pencatatan
1. Wajib
Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat
milyar delapan ratus juta rupiah),
2. Wajib
Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Ø Syarat-Syarat Penyelenggaraan
Pembukuan/Pencatatan
1. Diselenggarakan
dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan
di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan
oleh Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan
dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4. Pembukuan
dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5. Pembukuan
sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
Ø Syarat-Syarat Penyelenggaraan
Pencatatan
1. Pencatatan harus
menggambarkan antara lain :
·
Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau
jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh;
·
Penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
2. Bagi
WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan
harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau
tempat usaha yang bersangkutan.
3. Selain
kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
Ø Tujuan Penyelenggaraan
Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya
adalah untuk mempermudah:
1.Pengisian
SPT;
2.Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak;
3.Penghitungan
PPN dan PPnBM;
4.Penyelenggaraan
pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan
usaha/pekerjaan bebas.
Ø Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan
Mata Uang Selain Rupiah
Wajib
Pajak yang diperkenankan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
asing dan mata uang selain Rupiah yaitu bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat adalah :
i. Wajib
Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yaitu Wajib Pajak yang beroperasi
berdasarkan ketentuan Peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing;
ii.
Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya,
yaitu Wajib Pajak yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan Pemerintah RI
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan Perundang-undangan Pertambangan
selain pertambangan minyak dan gas bumi;
2. Wajib
Pajak dalam rangka Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi;
3. Bentuk
Usaha Tetap, yaitu bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5)
Undang-Undang Pajak Penghasilan atau menurut Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang terkait;
4. Wajib
Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa
efek luar negeri;
5. Kontrak
Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam denominasi mata uang
Dollar Amerikat Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif
Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawasa Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;
6. Wajib
Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu
perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan atau dikuasai oleh
perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan b Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
Ø Tata Cara Pengajuan Penyelenggaraan
Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata Uang Selain Rupiah
Penyelenggaraan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat oleh WP harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri
Keuangan, kecuali WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP dalam rangka Kontraktor
Kontrak Kerja Sama.
Izin tertulis dapat
diperoleh WP dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah,
paling lambat 3 (tiga) bulan :
1.Sebelum
tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satauan
mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai;
2.Sejak
tanggal pendirian bagi WP baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
pertama.
H. Tempat Penyimpanan
Buku/Catatan/Dokumen
Buku,
catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen
lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun
di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang
pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan
Metode Pembukuan Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah
bersumber dari sektor pajak.dimana pajak itu sendiri diartikan sebagai suatu
kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif warga negara dan anggota
masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan
nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan
untuk tujuan kesejahteraan dan negara dan memajukan pertumbuhan serta
perekonomian yang ad disuatu negara khussnya diindonesia.
Terlihat jelas
bahwasannya penghasilan dari pajak yang dikutip dari setiap warga negara yang
ada disuatu negara digunakan untuk memfasilitasi segala kebutuhan yang
dibutuhkan oleh warganya,walau terlihat jelas bahwasannya dana hasil dari
pemungutan pajak yang ada diindonesia masih sering digunakan untuk hal-hal yang
kurang jelas oleh pihak-pihak tertentu yang menyebabkan kurangnya kepercayaan
dari masyarakat lagi pada umumnya terhadap para pejabat tinggi sektor pajak itu
sendiri dan hal inilah yang sampai sekarng masih menjadi tugas kita dan para
pemimpin dikemudian harinya untuk memberants tindakan korupsi pada sektor pajak
dan lainnya.
Selain itu pemerintah indonesia
juga menganyut sistem perpajakan yang berupa sistem self-assessment yang berarti wajib
pajak melakukan sendiri kewajiban perpajakannya. Dengan adanya sistem
self-assessment tersebut, pemerintah mengharapkan kejujuran dan kesadaran dari
setiap wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya sesuai dengan Undang-Undang
perpajakan yang berlaku yang Sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang
berlaku pada saat ini menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia maupun
warga negara asing yang telah menetap di Indonesia selama 183 hari secara
berturut-turut dan memperolah penghasilan dari kegiatan usahanya wajib untuk
melakukan kegiatan perpajakannya sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang
berlaku di Indonesia. Dengan adanya system self-assessment yang diterapkan oleh
pemerintah dalam bidang perpajakan, berarti kewajiban perpajakan setiap wajib
pajak, dihitung, diperhitungkan, dibayar, dan dilaporkan sendiri oleh wajib
pajak ke pemerintah dalam hal ini kantor pelayanan pajak dimana wajib pajak
terdaftar atau berdomisili.
Daftar
Pustaka
1. Judisseno,
Remsky K., 1997, Pajak dan strategi Bisnis, PT. Gramdia Pustaka Umum, Jakarta.
2. Mardiasmo,
2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Cetakan Kesembilan, Penerbit: Andi, Jakarta.
3. Undang-Undang
No. 17 tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 tahun
1994
4. Republik
Indonesia, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
5. Republik
Indonesia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
6. Kartasasmita,
Husein, Penjelasan dan Komentar Pajak Penghasilan 1984, Yayasan Bina Pajak,
Jakarta,1985.
7. Mardiasmo,
Perpajakan 2009, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2009.
8. Mardiasmo,
2002. Perpajakan, Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit Andi.
9. Waluyo
dan Wirawan, 2002. Perpajakan Indonesia : Pembahasan sesuai dengan Ketentuan
Pelaksanaan Perundang-undangan Perpajakan Terbaru, Jakarta : Penerbit Salemba
Empat.
Komentar
Posting Komentar